MALANG, KOMPAS.com - Satwa jenis burung pun tergusur dari Kota Malang. Saat ini Kota Malang lebih disesaki oleh bangungan hunian atau bisnis, dan tidak lagi nyaman bagi habitat satwa seperti burung.
Jika pada tahun 1996 setidaknya ada 35 jenis burung di Kota Malang, maka dari survei Profauna Indonesia tahun 2009 jumlahnya menyusut tinggal 16 jenis burung saja yang kini bertahan.
"Populasi burung memang mengalami penurunan jenis lebih dari 50 persen dibandingkan tahun 1996. Banyak hal yang menjadi penyebabnya, mulai dari berkurang ruang terbuka hijau hingga kecenderungan pepohonan di Kota Malang kini menjadi homogen," ujar Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid, Senin (1/2) di Malang.
Ada beberapa jenis burung yang membutuhkan pohon tertentu atau minimal dengan spesifikasi khusus untuk hidup. Jika pohon itu lenyap, maka burung-burung ini juga lenyap.
Beberapa jenis burung yang hilang di Kota Malang misalnya Kareo, Manyar, Prenjak Jawa, Bondol Peking, Bondol Jawa, dan sebagainya.
Burung Kareo menurut Rosek hidup di pepohonan besar yang dekat dengan mata air jernih (di Kota Malang kala itu berada di lahan APP-sekarang berubah jadi permukiman mewah). Prenjak Jawa butuh pohon yang juga memuat makanan baginya seperti belalang atau serangga lainnya.
"Itu sebabnya pohon seharusnya tidak hanya dimaknai berfungsi estetik, namun juga harus berfungsi ekologis yaitu memberi kehidupan pada burung-burung liar. Jika tidak, maka keanekaragaman hayati khususnya satwa di Kota Malang akan semakin menipis," ujar Rosek.
Jalan Ijen yang secara kasat mata tidak terjadi perubahan signifikan pada tetumbuhan di sana saja, menurut Rosek juga telah terjadi pengurangan jenis burung di sana. Jika sebelumnya di Jalan Ijen dapat dengan mudah ditemui burung Manyar, Bondol Jawa, Bondol Peking, dan Bondol Haji, maka saat ini menurut Rosek di sana hanya ada burung gereja dan Bondol Jawa.
Untuk kasus di Jalan Ijen ini mungkin saja akibat penangkapan burung. Di sana beberapa kali memang terlihat ada upaya penangkapan burung oleh masyarakat, imbuh Rosek.
Dengan kondisi itu, Rosek berharap Pemerintah Kota Malang tanggap dengan indikasi penurunan habitat burung perkotaan ini. Jika tidak dibuat aturan mengenai pohon dan habitat di dalamnya, maka keindahan Kota Malang sebagai Kota Bunga lama-lama akan terkikis.
Saat ini berdasar data Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang, jumlah ruang terbuka hijau di Kota Malang hanya tersisa 17 persen dari total luas lahan sebesar 11.005,7 hektar (ha). Ditargetkan dalam 15 tahun ke depan, jumlah RTH di Kota Malang bisa kembali 20 persen seperti kondisi seharusnya.
Kondisi idealnya RTH di suatu wilayah sebesar 20 persen dari total luas lahan yang ada. Saat ini di Kota Malang tersisa 17 persennya. Kekurangan tiga persen RTH akan dipulihkan secara bertahap, dan ditargetkan dalam lima tahun setidaknya ada 1 persen RTH yang akan kembali.
"Sehingga dalam 15-20 tahun ke depan kondisi RTH di Kota Malang akan memadai seperti kondisi normalnya," ujar Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang, Wasto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar