Jumat, 18 Desember 2009

Jembatan Selat Sunda Butuh Rp 117 Triliun


Jumat, 18 Desember 2009 | 15:06 WIB

PEKANBARU, KOMPAS.com — Pembangunan jembatan Selat Sunda yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Jawa menjadi salah satu agenda rapat koordinasi (rakor) gubernur seluruh Sumatera di Pekanbaru, Riau, 19-21 Desember 2009.

"Salah satu yang dibahas dalam rapat gubernur se-Sumatera adalah pembangunan jembatan Selat Sunda," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Riau, Emrizal Pakis, di Pekanbaru, Jumat (18/12/2009).

Menurut dia, andil dari masing-masing kepala daerah di tingkat provinsi itu, terutama Lampung sebagai salah satu daerah hulu dari jembatan sepanjang 29 kilometer itu akan dibahas.

Pembahasan itu bertujuan untuk mendorong atau mempercepat pembangunan jembatan karena pada Januari 2010 pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur pembentukan tim bagi pembangunan jembatan itu.

Pembangunan megaproyek jembatan Selat Sunda diperkirakan sedikitnya membutuhkan biaya sebesar Rp 100 triliun hingga Rp 117 triliun yang akan dikerjakan dengan memakan waktu selama 10 tahun.

"Jembatan Selat Sunda telah sampai pada tahap akan diterbitkannya Perpres, sehingga pembiayaan dengan jaminan dari pemerintah menjadi lebih mudah," ujarnya. Dengan hadirnya jembatan yang menghubungkan kedua pulau yang memiliki kepadatan penduduk lebih tinggi dibanding tiga pulau besar yang lain di Indonesia diharapkan bisa berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi warga, katanya lagi.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, pemerintah akan melibatkan perusahaan swasta dalam pembiayaan pembangunan jembatan dengan pola public private partnership.

Pembangunan jembatan penghubung Pulau Jawa dengan Sumatera itu menjadi program 100 hari pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu jilid dua, pembiayaannya berbeda dengan jembatan Suramadu yang sepenuhnya dibiayai pemerintah pusat dan daerah.

EU-China Masih Berbeda Pendapat


Aksi ribuan orang di Kopenhagen, Denmark, Sabtu (12/12), menuntut para pemimpin dunia serius memikirkan upaya penanggulangan perubahan iklim


Jumat, 18 Desember 2009 | 08:30 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Gesit Ariyanto

KOPENHAGEN, KOMPAS.com — Uni Eropa dan China, hingga satu hari jelang penutupan Konferensi Perubahan Iklim masih saling berbeda pendapat soal kewajiban penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab pemanasan global.

Dalam pidato di sesi kepala negara dan pemerintahan, kelompok Uni Eropa masih mensyaratkan China—salah satu negara berkembang pesat yang sesuai Protokol Kyoto tidak wajib menurunkan emisi GRK—turut diikat menurunkan emisi dari praktik industrinya yang sedang berkembang pesat.

Sebaliknya, China tetap pada pendiriannya bahwa mandat protokol tidak mewajibkan mereka, tetapi bersifat sukarela. Selain itu, China menyebutkan bahwa tingkat emisi GRK per kapita mereka masih terhitung rendah.

Perbedaan pendapat yang ada di antara negara berkembang pesat dengan negara industri maju, termasuk AS, menjadi batu sandungan pencapaian kesepakatan konferensi.

Sementara itu, kelompok negara pulau-pulau kecil terus mendesak agar kesepakatan adil, ambisius, dan mengikat segera dicapai. Selanjutnya, dapat diterapkan segera.

Bintik Matahari Mulai Terlihat


Rabu, 16 Desember 2009 | 21:09 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com — Bintik matahari yang disebut sunspot 1035 mulai terlihat membesar, yaitu hingga berukuran tujuh kali planet Bumi.

Seperti dilaporkan di Space Weather News, sunspot ini telah mengembang cepat sejak terlihat pertama kali pada 14 Desember lalu. Jika kecenderungan ini terus berlanjut, maka 1035 menjadi sunspot terbesar tahun ini, bahkan tahun-tahun sebelumnya.

Seperti yang diungkapkan peneliti Lapan, Clara Yono Yatini, bintik hitam menjadi pertanda tingkat keaktifan matahari. Ketika masa aktif itu mencapai puncak, matahari dapat menimbulkan ledakan (corona mass ejection) yang dapat menghujani Bumi dengan partikel yang berpotensi mengganggu.

Sebelumnya, Lapan dan berbagai peneliti dunia telah memperkirakan bahwa masa puncak aktivitas matahari yang kini berada di siklus ke-24 ini akan terjadi pada rentang 2012-2013. Pada masa inilah diduga akan terjadi badai luar angkasa ekstrem akibat aktivitas matahari.

Masa puncak aktivitas di siklus terdahulu, yaitu ke-23 terjadi pada tahun 2003. Ketika itu, badai matahari dilaporkan sempat menimbulkan gangguan komunikasi.