Jumat, 26 Maret 2010

Afrika Mengenang Zaman Perbudakan


Kongres Nasional Senegal, Selasa (23/3.2010) lalu, menyetujui rancangan undang-undang. Isinya menegaskan, perbudakan dan perdagangan budak adalah kejahatan. RUU tidak menuntut ganti rugi, tapi hanya untuk mengenang kepahitan para budak belian. Pengesahan terjadi beberapa hari menjelang HUT ke-50 kemerdekaan negara itu yang jatuh pada 4 April.

Pulau Goree, terletak tidak jauh dari Dakar, dijuluki sebagai ”rumah para budak”. Pulau ini menjadi salah satu saksi bisu kejahatan kemanusiaan di masa silam di Afrika Barat. Gelombang pertama pengiriman jutaan budak Afrika ke Amerika Serikat melalui Samudra Atlantik berasal dari negara-negara di Afrika Barat.

RUU itu akan menjadi tonggak hukum pertama di benua, yang dengan tegas menyatakan perbudakan dan perdagangan budak adalah kejahatan kemanusiaan.

Juru bicara Departemen Kehakiman Senegal, Cheikh Bamba Niang, mengatakan, RUU tidak mengantisipasi tuntutan-tuntutan atas ganti rugi berupa sejumlah uang, atau menurut terminologi UU disebut sebagai kompensasi finansial.

Kampanye menuntut kompensasi sering muncul di daratan Afrika, atau warga keturunan Afrika di Amerika Serikat. Bahkan, muncul perdebatan kontroversial menyangkut ”siapa yang akan membayar” dan ”akan dibayarkan kepada siapa”.

Para pengkritik sering mengatakan, banyak pihak di Afrika yang justru sering melakukan perbudakan dan bersekongkol dengan para pedagang budak demi uang. Lahirnya RUU, yang segera menjadi UU, adalah sebuah peraturan untuk mengenang (memorial law) perbudakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar